Disleksia – Pengertian, Tanda, dan Gejala

Disleksia adalah suatu gangguan di mana seseorang mengalami kesulitan membaca, menulis, dan mengeja. Disleksia umumnya terjadi pada anak-anak dan dapat menyerang anak dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata.
disleksia
Disleksia umum dijumpai pada usia anak-anak, dan dapat menyerang anak dengan pengelihatan dan tingkat kecerdasan yang normal. Dengan kata lain, disleksia tidak memengaruhi dan dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan seseorang. Selain itu disleksia juga tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ataupun status sosial .
Ketidakmampuan membaca dan menulis adalah komplikasi yang akan terjadi pada penderita disleksia. Jika tidak ditangani secepatnya, kondisi ini akan menyebabkan prestasi menurun dan terganggunya interaksi sosial.
Hingga kini belum ada bukti kuat yang menjelaskan penyebab disleksia, namun terdapat bukti lain yang menunjukkan, bahwa disleksia terkait dengan kondisi genetik di dalam keluarga.

Gejala Disleksia

Gejala disleksia sangat bervariasi dan umumnya tidak sama pada tiap penderita. Karena itu, gangguan ini biasanya sulit dikenali. Terutama sebelum sang anak memasuki usia sekolah.
Pada kelompok prasekolah:
  • Kesulitan mengenali huruf alfabet
  • Penundaan bahasa
  • Kesulitan dengan rima
  • Kesulitan dengan bunyi huruf
Riwayat seseorang dalam keluarga dengan disleksia atau ketidakmampuan belajar lainnya terkadang terlihat pada periode ini.
Pada sekolah dasar (SD):
  • Kesulitan membaca kata-kata tunggal (terutama tanpa konteks visual)
  • Kesulitan dengan kata-kata kiasan
  • Kecepatan membaca yang lambat
  • Ejaan yang buruk
  • Banyak substitusi huruf
Pada usia sekolah menengah pertama (SMP):
  • Kesulitan untuk belajar matematika
  • Kesulitan dengan menyelesaikan tugas yang melibatkan membaca bagian teks yang besar
  • Cenderung menghindari kegiatan membaca dan menulis
  • Tidak mengerti apa yang dibaca
Saat anak Anda mengalami disleksia, sebagian besar orang tua pasti akan mencemaskan perkembangan kemampuan membaca dan menulis anaknya. Berikut ini adalah beberapa fakta mengenai kemampuan membaca:
  • Membaca merupakan proses yang kompleks, meliputi pengenalan simbol bahasa dalam bentuk yang tercetak. Membaca bukanlah kemampuan yang ada dari lahir sehingga perlu dipelajari. Menulis kata-kata tidak akan berarti apapun sampai pembaca membangun arti dengan mengolah dan menginterpretasikannya.
  • Akuisisi keterampilan membaca sangat terkait dengan perkembangan bahasa pada anak-anak. Kemampuan untuk memecah kata menjadi suara atau fonem adalah keterampilan inti yang perlu dikuasai agar bisa menjadi pembaca yang fasih.
  • Membaca disebut juga ‘kesadaran fonemik’. Misalnya, dalam membaca kata ‘Ibu’, seseorang harus menyadari komponen grafemnya, lalu memecahnya menjadi fonem “i/ eb/ u”. Kemudian, seseorang harus memadukan fonem kembali ke kata yang diucapkan ‘Ibu’ yang kemudian diproduksi melalui suara.
  • Proses ini disebut pengejaan kata. Namun, kebanyakan anak yang memiliki akses terhadap instruksi dan tidak adanya defisit sensorik atau neurologis lainnya, mampu menguasai keterampilan ini dengan mudah.

Disleksia dan Menurunnya Kemampuan Belajar

Diagnosis disleksia ditegakkan berdasarkan adanya perbedaan kemampuan intelegensi (yang menggambarkan kemampuan anak untuk belajar) dengan hasil yang diperoleh (yang menggambarkan prestasi anak sebenarnya). Tentunya, kemampuan intelegensi anak harus diuji untuk menyingkirkan kemungkinan terjadinya kelainan fungsi intelektual.
Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan terhadap hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kesulitan belajar. Misalnya kemungkinan adanya gangguan ADHD (attention deficit hyperactivity disorder), gangguan pada perkembangan otak, gangguan mata dan telinga, atau gangguan lain.
Disleksia yang paling umum terjadi adalah membuat seseorang kesulitan untuk membaca. Faktanya, beberapa orang yang mengalami disleksia juga mengalami keterbatasan untuk belajar matematika, berbicara, menulis, dan keterampilan pragmatik/non verbal (sosialisasi).
Anak-anak dengan disleksia dapat mengalami gangguan simultan yang sering disebut komorbid. Berikut ini adalah beberapa kondisi komordibitas yang mungkin dialami oleh penderita disleksia.
  • Attention Deficit/ Hyperactivity Disorder (ADHD): Kelainan neurologis ini terutama memengaruhi kemampuan untuk fokus dan mungkin disertai oleh perilaku hiperaktif dan impulsif. Hal ini dapat berdampak serius pada pembelajaran anak yang terkena dampak disleksia.
  • Gangguan Afektif (Ansietas, Depresi): Anak-anak dengan disleksia mungkin memiliki kepercayaan diri yang rendah sehubungan dengan perjuangan mereka dalam bidang akademis dan rentan terhadap gangguan depresi dan kecemasan. Hal ini biasanya diidentifikasi oleh perubahan pola perilaku dan kemunduran anak-anak dalam bidang akademik disertai penarikan diri dari aktivitas, iritabilitas, perubahan mood, penghindaran sekolah, perubahan kewaspadaan, perubahan kebiasaan makan, tidur, dan perubahan pola bermain.
  • Gangguan Konduktif (ODD, CD): Beberapa anak mungkin menunjukkan perilaku negatif, menantang otoritas, perilaku agresif di kelas, dan cenderung menghindari pekerjaan kelas. Sementara itu, Oppositional Defiant Disorder (ODD) adalah kondisi di mana anak mengganggu proses belajar teman-temannya di dalam kelas.

Diagnosis Disleksia

Untuk mendiagnosis seseorang mengalami disleksia atau tidak, dibutuhkan masukan dari beberapa profesional kesehatan yang berbeda. Meskipun kelainan ini memengaruhi proses belajar, disleksia juga bisa terkait dengan masalah neurologis atau kondisi medis lainnya, sehingga kerja sama antara dokter, ahli kesehatan, dan orang tua sangat penting untuk mendapatkan analisa yang tepat.
Banyak anak dengan disleksia dilewatkan atau diabaikan sampai mereka berada di sekolah dasar hingga sekolah menengah yang lebih tinggi. Banyak orang tua tidak menyadari bahwa anaknya mengalami disleksia, sampai akhirnya orang tua sadar bahwa nilai akademisnya mengalami penurunan hingga membuat anak tidak naik kelas.
Hingga kini, terdapat beberapa argumen yang terus berlanjut antara profesional medis dan pendidikan mengenai terminologi seputar gangguan membaca. Banyak pendidik tidak percaya bahwa disleksia adalah istilah yang valid. Sementara banyak dokter percaya bahwa istilah ‘gangguan belajar’ diterapkan terlalu luas untuk menunjukkan defisit spesifik yang dimiliki seorang anak.
Seorang dokter anak atau ahli saraf mungkin akan menggunakan alat skrining seperti Wide Range Achievement Test (WRAT) atau Peabody Individual Achievement Test (PIAT). Alat skrining tersebut dapat mengidentifikasi domain yang menjadi perhatian, namun tidak boleh dianggap sebagai tes diagnostik akhir. Diagnosis final hanya bisa dilakukan oleh spesialis pendidikan atau psikolog yang ahli dalam mengelola IQ dan tes prestasi.
Tes IQ khas di sekolah termasuk tes Wechsler WISC-IV, dan pencapaian diukur dengan tes akademis yang disertakan dalam tes Woodcock-Johnson atau Wechsler Achievement Test (WIAT) atau tes serupa. Pilihan tes dapat bervariasi tergantung pada preferensi tiap sekolah. Biasanya, data pemeriksaan tingkah laku dan bahasa juga bisa dilakukan tergantung pada penentuan komite sistem sekolah tentang pendidikan khusus.
 Karena disleksia adalah kelainan neurologis yang kompleks, perawatan dari dokter merupakan sesuatu yang penting dalam menangani penderita disleksia. Biasanya, dokter dapat melakukan tes pemeriksaan fisik dan tes skrining, seperti pemeriksaan dan pengujian pendengaran untuk mengurangi dampak dari disleksia.
Selain itu, dokter juga dibutuhkan untuk  kondisi neurologis seperti attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), baik dengan skrining atau rujukan ke subspesialisasi seperti psikiater, neurologis, atau dokter anak. Jika ADHD didiagnosis, dokter memainkan peran penting dalam meresepkan obat untuk membantu mengatasi gejala ADHD.
Yang perlu menjadi catatan, profesional kesehatan tidak akan melakukan tes darah atau tes pemindaian otak untuk menganalisis disleksia.

Intervensi Disleksia

Meskipun disleksia adalah gangguan neurologis seumur hidup, ada banyak strategi berbeda yang dapat digunakan, terutama di awal perkembangan awal kehidupan. Hal pertama yang bisa dilakukan adalah remediasi. Sebuah strategi yang membantu anak memperbaiki defisit di bidang kecacatan tertentu, misalnya membaca kata, membaca pemahaman, atau kecepatan membaca.
Seorang anak perlu diinstruksikan untuk mengenali suara huruf, bagaimana mengidentifikasi huruf, dan berkorelasi dengan suara tersebut. Kemudian, fokus dibangun pada membaca kata per kata dengan kemampuan untuk memadukan suara menjadi kata-kata dan memecah kata menjadi suara komponen.
Secara bertahap, seorang anak diajarkan untuk fokus pada isi bahan bacaan, tidak hanya berfokus pada kata-kata individual, tapi bagaimana mencari bagian yang memiliki makna tertentu untuk dipahami. Strategi pembacaan lisan terpadu memberikan umpan balik kepada anak untuk mengidentifikasi area kesalahan, dan mengajarkan cara alternatif untuk mengatasi tugas yang ada.
Selain itu, strategi baik lainnya adalah pembelajaran multi indera yang terdiri dari strategi pendengaran, visual, dan kadang-kadang sentuhan–untuk membantu anak dalam mengenali dan mempertahankan materi tertulis untuk menyampaikan makna.
Materi disusun mengikuti pola pembelajaran logis berurutan, yang dibangun berdasarkan keterampilan yang diperoleh sebelumnya. Hal ini sering dilakukan dengan instruksi langsung dari seorang profesional pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan anak.
Beberapa contohnya adalah metode Orton-Gillingham dan variasinya termasuk Metode Slingerland, Metode Spalding, Metode Herman, program membaca Wilson, dan beberapa lainnya. Strategi ini biasanya digunakan oleh guru pendidikan khusus dan beberapa guru pendidikan reguler.
Tidak ada strategi yang sempurna, dan masing-masing harus disesuaikan agar sesuai dengan kebutuhan anak. Tidak ada perbandingan langsung yang menunjukkan bahwa satu metode lebih disukai daripada yang lain.
Keuntungan dari deteksi dini dan remediasi adalah bahwa ia menyediakan penderita disleksia untuk dapat mengompensasi defisit dan mempelajari strategi yang tepat untuk diterapkan pada pembelajaran. Cara ini efektif dalam membantu mengurangi frustrasi dan masalah emosional.
Setelah anak Anda mendapatkan beberapa metode pembelajaran khusus disleksia, kondisi anak juga harus dipantau untuk memastikan bahwa mereka terus memperoleh manfaat dari metode ini. Selain itu, anak disleksia juga perlu dievaluasi oleh tim pendidikan khusus setiap tahunnya. Dengan begitu, Anda dapat menentukan strategi yang tepat bagi anak agar dengan mudah mengikuti proses belajar.
Pendekatan fonetik mengajarkan pengenalan kata melalui pembelajaran yang sistematis terhadap suara. Metode ini mengajarkan keseluruhan kata dalam suatu kelompok kata atau pola ejaan yang serupa. Penderita disleksia tidak secara langsung mengajarkan hubungan antara huruf dan suara tapi mempelajarinya melalui perbedaan kata.
Banyak ahli berpendapat bahwa pendekatan khusus adalah kunci untuk melibatkan anak dalam membaca. Hingga kini tidak ada panduan khusus yang menunjukkan keuntungan yang jelas dari satu pendekatan dengan pendekatan lainnya.
Saat penderita disleksia memasuki masa dewasa, fokus yang menjadi perhatian adalah masalah ‘akomodasi’. Akomodasi di sini diartikan sebagai penyesuaian sosial dalam interaksi antara pribadi dan kelompok manusia untuk meredakan pertentangan
Ini berarti bahwa upaya yang wajar harus dilakukan untuk menyesuaikan kurikulum dan metode pengajaran untuk memungkinkan orang dengan disleksia menggunakan strategi alternatif untuk tugas tertentu.
Beberapa jenis akomodasi meliputi:
  • Instruksi
  • Lingkungan
  • Pekerjaan rumah
  • Teknologi bantu
  • Pengujian
Selain melalui edukasi, orang tua juga memiliki peran penting dalam meningkatkan kemampuan anak. Langkah sederhana yang bisa dilakukan antara lain:
  • Perbanyak waktu membaca di rumah. Anda mungkin bosan membacakan cerita yang sama dan berulang-ulang pada anak Anda, namun pengulangan ini akan semakin meningkatkan kemampuan anak untuk memahami cerita sehingga mereka menjadi tidak begitu asing lagi dengan tulisan dan cerita. Berikan juga waktu untuk anak Anda membaca sendiri tanpa bantuan Anda.
  • Waktu yang paling baik untuk membacakan buku adalah saat anak berusia 6 bulan, atau bahkan lebih muda. Saat anak sudah berusia lebih besar, cobalah membaca bersama-sama dengan anak.
  • Bicarakan kondisi anak dengan guru atau kepala sekolah, dan diskusikan cara yang paling tepat untuk membantu anak Anda supaya berhasil dalam pelajaran.
Teknologi pendukung adalah peralatan atau produk yang digunakan untuk meningkatkan, merawat, atau memperbaiki kemampuan fungsional individu yang mengalami disleksia. Teknologi pendukung berfungsi untuk meningkatkan kekuatan individu dan menyediakan mode alternatif untuk melakukan suatu tugas.
Contoh solusi teknologi meliputi:
  • Timepieces, aplikasi komputer untuk membantu mengatur tugas-tugas
  • Alat perekam membantu siswa meninjau materi kelas
  • Perangkat lunak pengenalan suara untuk menyalin laporan yang didiktekan
  • Sistem pengenalan karakter optik untuk memasukkan teks atau materi cetak ke komputer dengan menggunakan pemindai
  • Program perangkat lunak seperti spell check untuk memperbaiki kesalahan ejaan dan sintaksis
  • Pengolah kata untuk menulis teks tertulis
Pilihan teknologi pendukung perlu dijajaki melalui komite pendidikan khusus sekolah, biasanya dengan evaluasi teknologi bantuan, anak dapat menentukan metode yang paling tepat untuk digunakan. Pilihan untuk memanfaatkan peralatan teknologi yang dibantu di rumah juga perlu dieksplorasi untuk memastikan generalisasi keterampilan dalam kondisi yang berbeda.

Dukungan untuk Penderita Disleksia

Di rumah
  • Menyediakan akses buku bacaan yang baik
  • Luangkan waktu setiap hari untuk membaca dengan suasana santai dan menyenangkan
  • Pilihlah bahan bacaan berdasarkan minat anak
  • Membaca bersama dengan anak-anak dengan waktu yang intens dan beri mereka waktu untuk membaca sendiri dan bersamaan dengan orang dewasa
  • Mainkan permainan kata, berima, dan penamaan
  • Cobalah perlihatkan rekaman anak yang sedang membaca untuk menimbulkan umpan balik
  • Luangkan sedikit waktu dengan sering istirahat selama tugas membaca. Hal ini harus  dilakukan untuk menghindari frustrasi pada anak
  • Gunakan banyak pujian dan batasi kritik
Di sekolah
  • Terlibat dalam penyusunan Rencana Pendidikan Individu (IEP)
  • Meminta kondisi terkini mengenai perkembangan anak
  • Kenali strategi yang akan diterapkan di sekolah
  • Mintalah duplikat tugas anak untuk berlatih di rumah
  • Jalin komunikasi dengan semua pegawai sekolah
Meski gangguan ini belum dipahami dengan baik sepenuhnya, nyatanya hal ini banyak terjadi di masyarakat.  Orang dewasa dengan disleksia memang sering kali tidak dikenali karena mereka terlihat di normal. Orang dewasa yang mengalami disleksia cenderung memilih pekerjaan yang tidak memperlihatkan kekurangan yang dimilikinya.
Penanganan disleksia membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Karena itu, keluarga serta penderita dianjurkan untuk bersabar menjalaninya. Dukungan serta bantuan dari anggota keluarga serta teman dekat akan sangat membantu.
Untuk diketahui, penderita disleksia juga sering menunjukkan kemampuan yang luar biasa, misalnya sangat inovatif, memecahkan masalah dengan sangat baik, dan kreatif. Bahkan, banyak penderita disleksia yang menjadi orang sukses. Berikut ini adalah orang-orang terkenal yang mengalami disleksia.
  • Entertainer: Jay Leno, Whoopi Goldberg, dan Tom Cruise
  • Presiden: Woodrow Wilson, John F. Kennedy, dan George Washington
  • Pengusaha: Ted Turner, Charles Schwab, dan Walt Disney
  • Ilmuwan: Thomas Edison dan Albert Einstein
  • Penulis: Agatha Christie dan Hans Christian Andersen
  • Atlet: Magic Johnson, Muhammad Ali, dan Nolan Ryan
Hingga kini, penderita disleksia masih mendapat stigma dari masyarakat. Namun, dengan melihat tokoh-tokoh dunia dengan disleksia, Anda harus mampu memaksimalkan kemampuan diri sesuai talenta yang dimiliki oleh setiap anak.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel