Dispepsia – Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatan
Saturday, September 28, 2019
Edit
Dispepsia adalah kumpulan gejala yang muncul dan dapat menimbulkan ketidaknyaman pada perut bagian atas atau dada. Dispepsia biasanya terjadi setelah seseorang mengonsumsi makanan atau minuman.
Sensasi ini bisa membuat seseorang merasa kenyang atau atau tidak nyaman saat makan, meski mereka belum makan dengan porsi yang banyak. Penyakit dispepsia sendiri bukanlah pertanda masalah kesehatan yang serius.
Namun, bukan berarti dispepsia bisa dianggap remeh. Tanpa adanya perbaikan pola hidup maupun pemeriksaan dan penanganan yang tepat dari dokter, dispepsia bisa saja menjadi gejala penyakit pencernaan yang lebih parah.
Penyebab Dispepsia
Dispepsia biasanya disebabkan oleh gaya hidup seseorang yang cenderung tidak sehat. Selain itu, dispepsia juga bisa dikaitkan dengan infeksi, kondisi pencernaan atau kelebihan asam lambung.
Asam lambung memecah mukosa sehingga menyebabkan iritasi dan pembengkakan—di mana hal ini memicu rasa tidak nyaman pada sistem pencernaan.
Berikut ini adalah beberapa penyebab lain munculnya dispepsia, antara lain:
- Adanya suatu Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) atau hernia hiatal sehingga terjadi refluks atau naiknya organ lambung ke rongga dada.
- Gangguan yang memengaruhi gerakan makanan di usus, seperti sindrom iritabel usus (irritable bowel syndrome).
- Ulkus lambung atau ulkus duodenum.
- Ketidakmampuan mencerna susu dan makanan berbahan susu (intoleransi laktosa).
- Nyeri kolik pada kelenjar empedu atau inflamasi di kelenjar empedu (kolesistitis).
- Kecemasan atau depresi.
- Efek samping kafein, alkohol, atau obat. Contoh obat yang dapat menyebabkan dispepsia adalah: aspirin dan asam mefenamat, antibiotik, steroid, digoxin, dan teofilin.
- Kanker lambung.
Supaya gangguan pencernaan dari penyakit dispepsia tidak terjadi, Anda harus mengubah gaya hidup untuk membantu meredakan gejala dispepsia. Berikut ini adalah beberapa langkah yang bisa Anda coba:
- Mengonsumsi makanan kecil di antara waktu makan besar.
- Setelah makan, tunggu 2-3 jam sebelum Anda berbaring. Camilan tengah malam bukan hal yang baik.
- Cokelat, mint, dan alkohol, dapat membuat dispepsia bertambah buruk. Makanan-makanan itu membuat rileks katup antara esofagus dan lambung.
- Makanan pedas, makanan asam (seperti tomat dan jeruk), dan kopi dapat membuat dispepsia semakin buruk untuk beberapa orang. Jika gejala memburuk setelah Anda mengonsumsi makanan tertentu, Anda dapat menghindari makanan tersebut dan lihat apakah gejala membaik.
- Jangan merokok.
- Jika Anda mengalami dispepsia di malam hari, tegakkan badan (posisikan duduk di tempat tidur) atau tambahkan bantal tambahan.
- Hindari menggunakan baju ketat.
- Turunkan berat badan sekitar 3-5 kilogram akan membantu masalah yang ditimbulkan dari dispepsia.
Gejala Dispepsia
Pada umumnya, hampir setiap orang pernah mengalami dispepsia selama hidupnya. Berikut ini adalah gejala umum yang bisa Anda alami saat terkena dispepsia, di antaranya:
- Rasa nyeri pada perut.
- Perut terasa kembung.
- Merasa tidak nyaman setelah makan.
- Muntah dan mual.
- Nafsu makan hilang.
- Terasa perih di perut atau dada.
- Adanya makanan yang kembali ke atas.
Diagnosis Dispepsia
Pemeriksaan tambahan disarankan dalam mendiagnosis dispepsia. Apabila kecurigaan dokter mengarah pada kerusakan dinding lambung maka dapat dilakukan pemeriksaan tinja. Namun, bila kecurigaan mengarah pada penyakit batu empedu atau kelainan kantong empedu dan hati, dapat dilakukan pemeriksaan fungsi hati dan USG.
Dokter juga akan menyarankan untuk melakukan pemeriksaan organ bagian dalam menggunakan endoskop. Jika Anda masih mengalami nyeri setelah diberikan obat selama 8 minggu, segera hubungi dokter.
Seorang dokter juga akan bertanya kepada penderita dispepsia mengenai riwayat medis dirinya dan keluarga. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah pemeriksaan bagian dada dan perut dengan melakukan penekanan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah penekanan yang dilakukan menimbulkan rasa nyeri atau tidak.
Sedangkan, tes diagnostik dilakukan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang mendasarinya. Berikut ini adalah beberapa tes lanjutan yang bisa dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi, yaitu:
Tes darah
Jika orang dengan gangguan pencernaan juga memiliki gejala anemia, dokter mungkin menyarankan untuk tes darah.
Endoskopi
Jika Anda sudah mendapatkan pengobatan untuk dispepsia tetapi tidak menujukkan perubahan yang lebih baik, Anda dirujuk untuk pemeriksaan yang lebih rinci pada saluran gastrointestinal.
Tabung tipis yang panjang dengan kamera di ujungnya dimasukkan melalui mulut dan masuk ke perut. Ini menghasilkan gambaran yang jelas tentang mukosa. Dokter juga bisa melakukan biopsi selama prosedur ini untuk menguji kanker.
Tes infeksi pylori
Tes ini merupakan tes napas urea, tes antigen tinja, dan tes darah. Tes endoskopi juga akan mengidentifikasi H. pylori dan tukak lambung yang ada. Seperti diketahui, ulkus peptik (lubang atau peradangan terbuka yang muncul saat lapisan dalam perut ) sering disebabkan oleh H. pylori.
Tes fungsi hati
Jika dokter menduga ada masalah dengan saluran empedu di hati, dokter mungkin meminta tes darah untuk menilai bagaimana hati bekerja.
Sinar-X
Citra sinar-X diambil dari kerongkongan, perut, dan usus halus.
USG perut
Suara gelombang frekuensi tinggi dapat menunjukkan gerakan, struktur, dan aliran darah di perut. Sebuah gel dioleskan ke perut dan perangkat genggam menempel pada kulit. Perangkat mengeluarkan gelombang suara, dan dokter dapat melihat gambar terperinci bagian dalam perut di monitor.
CT scan abdomen
Ini mungkin melibatkan penyuntikan pewarna ke dalam pembuluh darah. Pewarna itu muncul di monitor. CT scan mengambil serangkaian gambar sinar-X untuk menghasilkan gambar 3D bagian dalam perut.
Pengobatan Dispepsia
Pengobatan untuk dispepsia tergantung pada penyebab dan tingkat keparahannya. Jika gejala ringan dan jarang, perubahan gaya hidup mungkin akan membantu Anda mengatasi hal ini.
Perubahan pola makan ini biasanya dapat dilakukan dengan mengonsumsi lebih sedikit makanan berlemak dan pedas, serta kurangi kafein, alkohol, dan cokelat. Selain itu, tidur minimal 7 jam setiap malam juga dapat membantu mengurangi gangguan pencernaan ringan.
Berolahraga secara teratur dan berhenti merokok juga merupakan perubahan gaya hidup yang penting dalam mengobati gangguan pencernaan.
Sementara itu, pada kasus gangguan pencernaan yang parah atau sering, dokter mungkin meresepkan obat. Beberapa obat itu di antaranya:
Antasida
Obat ini berguna untuk melawan efek asam lambung. Contoh obatnya adalah Alka-Seltzer, Maalox, Rolaids, Riopan, dan Mylanta. Obat-obatan over-the-counter (OTC) ini tidak memerlukan resep dokter. Seorang dokter biasanya akan merekomendasikan pengobatan antasid sebagai salah satu perawatan pertama untuk dispepsia
Antagonis reseptor H-2
Obat ini mengurangi kadar asam lambung dan bertahan lebih lama dari antasida. Namun, antasida bertindak lebih cepat. Contoh obat antagonis reseptor H-2 termasuk Zantac, Tagamet, Pepcid, dan Axid. Beberapa di antaranya adalah OTC, sementara yang lain hanya tersedia dengan resep dokter. Beberapa orang mungkin mengalami mual, muntah, konstipasi, diare, dan sakit kepala setelah meminumnya. Efek samping lainnya meliputi memar atau pendarahan
Proton pump inhibitor (PPI)
Contoh obat PPI termasuk Aciphex, Nexium, Prevacid, Prilosec, Protonix, dan Zegerid. PPI sangat efektif untuk orang yang juga menderita penyakit gastroesophageal reflux. Obat ini mengurangi asam lambung dan lebih kuat dari antagonis reseptor H-2. Berbicaralah kepada dokter tentang kemungkinan efek samping.
Prokinetics
Salah satu contoh obat prokinetik adalah Reglan. Efek sampingnya meliputi kelelahan, depresi, mengantuk, cemas, dan kejang otot.
Antibiotik
Jika H. pylori menyebabkan ulkus peptik yang menyebabkan gangguan pencernaan, antibiotik akan diresepkan. Efek sampingnya bisa termasuk sakit perut, diare, dan infeksi jamur
Sementara itu, jika dokter tidak menemukan penyebab gangguan pencernaan setelah dievaluasi secara menyeluruh, dan orang dengan dispepsia belum menunjukkan perubahan, dokter mungkin meresepkan antidepresan dosis rendah.
Antidepresan terkadang mengurangi ketidaknyamanan dengan mengurangi sensasi rasa sakit. Efek sampingnya bisa berupa mual, sakit kepala, agitasi, konstipasi, dan keringat malam
Bagi penderita dispepsia fungsional, terapi psikologis dapat membantu mengelola aspek kognitif gangguan pencernaan. Terapi perilaku kognitif, biofeedback, hipnoterapi, dan terapi relaksasi mungkin direkomendasikan
Bahkan, dokter juga menyarankan untuk membuat perubahan pada jadwal pengobatan seseorang jika mereka menduga hal itu bisa menyebabkan gangguan pencernaan. Sementara aspirin atau ibuprofen kadang kala dihentikan dan beralih menggunakan obat alternatif lainnya.