Sindrom Cornelia de Lange – Penyebab, Gejala, Mortalitas dan Penanganan
Saturday, September 28, 2019
Edit
Sindrom Cornelia de Lange (CdLS) adalah kelainan genetik langka yang terjadi saat kelahiran, tetapi tidak selalu bisa dideteksi saat masih di dalam kandungan. Sindrom ini menyebabkan beberapa kelainan fisik, kognitif dan kelainan medis.
Gejala dan temuan biasanya dapat terlihat dari keterlambatan fisik sebelum dan sesudah kelahiran. Kelainan itu biasanya tampak pada karakteristik bentuk kepala dan wajah sehingga menghasilkan penampilan wajah yang khas
Banyak bayi dan anak-anak dengan gangguan tersebut memiliki kepala yang kecil dan pendek (microbrachycephaly) serta memiliki alur vertikal antara panjang bibir atas dan hidung (philtrum) yang abnormal. Selain itu, jembatan hidung tertekan yang menyebabkan lubang hidung terangkat ke atas (nares anteversi) dan rahang atas menonjol (maksilaris prognathism)
Karakteristik lain dari kelainan wajah yang bisa dikenali adalah memiliki bibir tipis yang melengkung ke bawah, memiliki telinga yang terlalu rendah, alis yang timbul sampai ke pangkal hidung, garis rambut yang rendah dan bulu mata yang panjang serta keriting.
Selain bagian kepala yang banyak terpengaruh, individu yang mengalami sindrom ini juga memiliki kelainan pada anggota badannya seperti mengecilnya tangan dan kaki serta ukuran jari-jari yang tidak normal
Untuk diketahui, bayi dengan sindrom Sindrom Cornelia de Lange juga dapat memiliki kesulitan makan dan bernapas. Saat peningkatan kerentanan terhadap infeksi pernapasan meningkat, bayi akan menangis dengan nada rendah seperti menggeram. Masalah lain yang mungkin dihadapi adalah cacat jantung, maturasi tulang tertunda, atau gangguan pendengaran
Sindrom Cornelia de Lange dapat diturunkan dalam kondisi autosomal dominan atau kondisi terkait gen-X. Gen-gen yang hanya ditemukan di sindrom ini adalah gen NIPBL pada kromosom 5 dan gen SMC1L1 pada kromosom X. Individu yang terkena, kebanyakan memiliki gen abnormal tersebut sebagai hasil dari mutasi gen baru dan bukan karena terpengaruh orang tuanya.
Frekuensi kejadiannya adalah 1 kasus per 10 ribu hingga 50 ribu per kelahiran hidup. Tidak ada perbedaan berdasarkan jenis kelamin maupun ras.
Komplikasi penyakit saluran pencernaan adalah salah satu dari penyebab tersering kematian pada sindrom ini, contohnya adalah hernia diafragma pada bayi dan pneumonia aspirasi (kondisi ketika paru terkena infeksi akibat adanya makanan masuk ke dalam paru), serta volvulus (usus yang terpuntir) pada anak yang lebih tua.
Penelitian retrospektif menunjukkan, 295 orang dengan sindrom Cornelia de Lange menemukan sebanyak 31 persen penderita meninggal karena masalah pernapasan (aspirasi, refluks, pneumonia), 19 persen meninggal akibat penyebab pencernaan seperti usus tersumbat atau usus terpuntir, 15 persen meninggal karena ada anomali kongenital, 8 persen meninggal karena penyebab neurologik, 8 persen meninggal karena kecelakaan, 4 persen meninggal karena sepsis, 3persen meninggal karena penyakit jantung, 2 persen karena kanker, 1,7 persen karena gangguan ginjal, dan 9 persen karena penyebab lainnya.
Diagnosis sebelum lahir dapat dibuat dengan USG. Gejala abnormalitas akan menunjukkan pertumbuhan janin yang terhambat, adanya efek pada anggota gerak, hernia diafragma, dahi yang kecil, tangan yang tidak sempurna, dan efek wajah yang khas.
Selain itu, adanya diagnosis molekuler akan membantu penegakan diagnosis sebelum lahir dengan cara mencari mutasi pada gen bayi maupun keluarga yang bersangkutan. Kegagalan untuk mendeteksi orangtua yang mengalami perubahan genetik akan membuat kesalahan estimasi dalam kehamilan selanjutnya.
Untuk diketahui, kelainan anatomi pada wajah dan leher menyebabkan tim medis kesulitan melakukan intubasi apabila terjadi kegagalan napas. Obstruksi saluran pencernaan atau kesulitan dalam makan juga dapat terjadi. Selain itu, seorang anak akan mengalami keterlembatan bicara dan komunikasi yang buruk, serta penyakit jantung kongenital.
Penanganan Sindrom Cornelia de Lange
Tidak ada terapi obat yang standar untuk mengatasi sindrom ini. Akan tetapi, jika anak Anda ditemukan mengalami kejang yang disebabkan oleh refluks gastro-esofagus, maka obat yang diberikan adalah yang terkait dengan saluran cerna.
Pencegahan dini sangat penting untuk dilakukan untuk mencegah dampak lain yang mungkin timbul diantaranya: gangguan pendengaran dan penglihatan, masalah jantung dan abnormalitas saluran kencing.
Untuk mencegah keterlambatan psikomotorik, pencegahan dapat dilakukan dengan:
- Program komputer yang menekankan memori visual lebih menguntungkan daripada metode standar instruksi lisan
- Stimulasi taktil membantu anak-anak mengingat dan memberikan hasil maksimal
- Ketika gangguan fisik tidak membatasi gerak seorang anak, maka orang tua harus melatih gerakan motorik halus, khususnya kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari.
Untuk mengatasi sindrom Cornelia de Lange, prosedur pembedahan pun mungkin dibutuhkan jika:
- Bibir sumbing dan rahang yang terbuka
- Adanya polip hidung
- Penyakit refluks gastroesofagus (GERD)
- Stenosis pilorikum (kondisi kelemahan otot yang menjadi pintu antara esofagus dengan lambung)
- Malrotasi usus atau volvulus (kondisi ketika usus terpelintir)
- Testis undesensus (testis yang tidak turun ke skrotum)
- Stenosis ductus lakrimalis (kekakuan dari saluran air mata)
- Dislokasi pinggul.