Inkontinensia Alvi - gejala, penyebab, pengobatan

Pengertian Inkontinensia Alvi

Inkontinensia alvi dikenal juga dengan nama inkontinensia feses. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan ketidakmampuan seseorang dalam mengontrol BAB (buang air besar), sehingga feses atau kotoran keluar secara tidak terduga dari rektum. Inkontinensia alvi dapat berupa keluarnya feses dalam bentuk padat maupun cair.
Kondisi ini lebih sering ditemukan pada lansia dan wanita. Keluhannya pun cukup beragam, dari pengeluaran feses sesekali dalam jumlah sedikit saat buang angin hingga hilangnya kemampuan mengontrol BAB secara total.
Kemampuan menahan BAB, dinamakan kontinensia, memerlukan fungsi normal dari rektum, anus, dan sistem saraf. Terdapat dua otot pada dinding anus dan rektum yang berfungsi menahan feses, yaitu sfingter ani externus dan sfingter ani internus.
Kontinensia yang normal juga memerlukan kemampuan rectal sensation, yaitu kemampuan merasakan adanya feses dalam rektum, dan rectal compliance, yaitu kemampuan relaksasi dan ‘menyimpan’ feses apabila belum memungkinkan untuk BAB saat itu. Selain itu, diperlukan juga kemampuan fisik dan mental untuk mengenali stimulus untuk BAB (misalnya mulas) dan kemampuan pergi ke toilet.  

Penyebab Inkontinensia Alvi

Beberapa hal yang dapat menyebabkan inkontinensia alvi antara lain adalah:
  • Cedera terkait proses persalinan. Merupakan salah satu penyebab yang paling umum ditemukan. Dapat menyebabkan robekan pada otot anus dan kerusakan saraf yang mengontrol otot tersebut. Keluhan dapat muncul segera setelah melahirkan ataupun bertahun-tahun kemudian.
  • Cedera pada otot anus. Misalnya pembedahan pada anus ataupun trauma.
  • Usia tua. Penuaan dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot pada anus.
  • Penyakit berkaitan dengan sistem saraf. Misalnya stroke, diabetes, cedera saraf tulang belakang, kerusakan saraf akibat mengedan berlebihan, dan sebagainya.
  • Perubahan kebiasaan BAB (lebih sering disebabkan diare, namun juga bisa karena konstipasi).
  • Berbagai kondisi medis. Misalnya Crohn’s disease, prolaps rektum, rektokel, pasca terapi radiasi.

Diagnosis Inkontinensia Alvi

Untuk membantu menetapkan diagnosis, dokter akan melakukan anamnesis atau wawancara medis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang dilakukan termasuk pemeriksaan rektal.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang mungkin akan dilakukan antara lain:
  • Anal manometry: mengukur tekanan anus dan rectal sensation.
  • USG anorektal atau MRI: melihat struktur otot sekitar anus.
  • Defecography: uji barium untuk melihat fungsi anus dan rektum saat BAB.
  • Proctosigmoidoscopy: penggunaan tabung dengan kamera pada ujungnya untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid.
  • Anal electromyography (EMG): melihat fungsi saraf area anus.

Gejala Inkontinensia Alvi

Gejala inkontinensia alvi cukup bervariasi. Mulai dari ketidakmampuan menahan buang gas, keluarnya feses saat melakukan aktivitas sehari-hari, ketidakmampuan menahan feses sebelum mencapai toilet, dan sebagainya. Keadaan ini dapat disertai gejala diare, konstipasi, dan nyeri perut.
Normalnya, keluarnya feses yang tidak dapat ditahan tidak terjadi pada orang dewasa, kecuali pada keadaan diare berat.

Pengobatan Inkontinensia Alvi

Terdapat beberapa pilihan terapi untuk mengatasi inkontinensia alvi. Namun pemilihan terapi sangat bergantung pada penyebab dan keparahan gejala.
Pilihan terapi non-bedah antara lain:
  • Perubahan pola makan. Misalnya menghindari makanan pedas, berlemak, makanan yang diawetkan terutama diasap, produk susu, sumber kafein, dan sebagainya.
  • Obat-obatan yang membuat feses lebih padat (misalnya obat diare), sehingga memudahkan kontrol BAB.
  • Mengobati kondisi medis penyebab inkontinensia alvi (misalnya Crohn’s disease).
  • Latihan untuk menguatkan otot anus.
  • Bowel training. Misalnya berusaha BAB setiap hari di jam yang sama atau biofeedback (fisioterapi untuk membantu menguatkan otot anus dan membantu meningkatkan rectal sensation).
Pilihan terapi bedah antara lain:
  • Perbaikan otot: memperbaiki otot anus yang mengalami kerusakan
  • Stimulasi terhadap saraf dengan alat, sehingga kontrol otot mengalami perbaikan
  • Memasukkan zat dalam kanal anus untuk membantu memadatkan dan memperkuat kemampuan ‘menjepit’ otot saat menahan BAB
  • Kolostomi, bagian dari usus besar dikeluarkan melalui dinding perut dan isinya ditampung dalam suatu kantung

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel